PAPILLONNEWS.CO – Golkar akhir-akhir ini bersikap beda dengan memberikan sorotan dan kritikan tajam terhadap kinerja Pemerintah Provinsi NTT. Meski Partai Golkar menjadi bagian integral dari koalisi mengusung Viktor Laiskodat-Yosep Nae Soi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, tetapi Golkar tidak tinggal diam melihat kerja kerja pemerintah yang belum optimal sesuai visi-misi dan program yang dikampanyekan. Sikap kritis Golkar tersebut seperti disampaikan dalam pemandangan umum menanggapi pertanggungjawan APBD NTT 2020, pada sidang DPRD NTT beberapa waktu lalu.
Ketua Fraksi Golkar, Juni 16, 2021 Drs. Hugo Rehi Kalembu, M.Si melalui juru bicaranya, Drs. Gabriel Manek, M.Si, memberikan sorotan tajam atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD NTT tahun anggaran 2020. Fraksi Golkar mengungkapkan ada 10 masalah keuangan daerah yang dikelolah pemerintah menuai tanda tanya besar karena belum mampu mengeluarkan rakyat NTT dari jurang kemiskinan, di mana NTT masih tetap bertengger diurutan ketiga se Indonesia.

Apa saja masalah-masalah keuangan daerah yang menurut Golkar menimbulkan sejumlah tanda tanya? Menurut Ketua Fraksi Hugo Rehi Kalembu, ada 5 point penting, yang menjadi pokok pertanyaan, yaitu pertama, sampai dengan tahun 2019, setiap Tahun Anggaran ada puluhan triliun rupiah yang digelontorkan ke NTT, baik melalui APBD kabupaten/ kota, APBD Provinsi maupun APBN melalui kantor- kantor dan institusi pemerintah pusat di NTT. Secara statistic, menurut Hugo Kalembu, hasilnya memang terlihat menggembirakan karena terjadi pertumbuhan ekonomi NTT rata-rata di atas 5%. Namun, kondisi ini belum menyebabkan turunnya angka kemiskinan di NTT, dimana NTT masih bertengger pada 21%, dengan angka stunting yang masih tinggi walaupun persentasenya sudah menurun.
“Kita masih tetap berada pada nomor urut 3 provinsi termiskin di Indonesia. Gambaran kemiskinan menjadi semakin parah jika kita diperhadapkan pada data terakhir rumah tangga miskin (RTM) sebanyak 740.147 KK atau setara dengan 3.750.735 jiwa. Dan bila ditambah dengan jumlah KK rentan miskin menjadi 805.641 KK atau setara dengan 4.028.255 jiwa (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial/DTKS),” kata Hugo Kalembu.
Berdasarkan fakta ini, kata Hugo Kalembu, membuka mata bahwa penduduk miskin di NTT sebenarnya berjumlah lebih dari 70-80 % dari penduduk NTT sebanyak 5 juta lebih jiwa. Tercatat pula, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2020 adalah 65,10, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 65,23 (menurun 0,13 poin atau 0,20%). IPM Indonesia tahun 2020 adalah sebesar 71,94, secara nasional NTT menduduki posisi ranking 3 dari belakang setelah Provinsi Papua dan Papua Barat. Sementara itu Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi NTT data terakhir tahun 2019 mencapai angka 81,02.
“Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka IDI tahun 2018 yang sebesar 82,32. Pada tahun 2018 IDI NTT meraih peringkat ketiga nasional, sedangkan pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi peringkat keenam nasional,” terangnya.
Dikatakannya, kondisi tersebut, menunjukkan bahwa kemakmuran ekonomi yang diupayakan dari tahun ke tahun baru menyentuh lapisan menengah dan lapisan atas masyarakat, dan belum menyentuh kelompok bawah yang hanya mengandalkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan sejenisnya untuk bertahan hidup. Realisasi kegiatan fisik 100 % dan keuangan 100 % belum bermakna populis bagi peningkatan kemakmuran masyarakat miskin yang mayoritas.
Diakui bahwa memang adanya Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dua tahun terakhir telah membawa ancaman baik dibidang kesehatan maupun kehancuran dibidang ekonomi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, Nusa Tenggara Timur di awal April 2021 telah dilanda bencana badai siklon Seroja yang memakan banyak korban jiwa dan kehancuran infrastruktur sosial ekonomi yang parah pula. Namun dipihak lain kendati selama 3 triwulan tahun 2020 secara kumulatif terjadi kontraksi sebesar 0,83 % namun berkat kerja keras Gubernur Viktor Bungtilus Laiskodat yang bersinergi dengan berbagai pihak, ekonomi NTT pada triwulan I Tahun 2021 bisa tumbuh positif 0,12%.
Terhadap hal itu, Fraksi Partai Golkar berterima kasih kepada pemerintah pusat yang telah berhasil melakukan akselerasi belanja APBN di NTT dalam triwulan I Tahun 2021 sebesar 20,83 %, jauh di atas realisasi belanja APBN triwulan I Tahun 2020 yang hanya 14.57 %. Namun dipihak lain, belanja APBD Provinsi NTT baru terealisasi sebesar 11 % pada triwulan I Tahun 2021.
“Oleh karena itu, Fraksi Partai Golkar mendesak Gubernur NTT agar realisasi belanja APBD TA 2021 pada triwulan II, III dan IV supaya dipacu untuk menggairahkan kegiatan ekonomi masyarakat. Fraksi Partai Golkar tetap mengingatkan agar realisasi belanja APBD tersebut jangan hanya berhenti sampai pencapaian realisasi fisik dan keuangan tetapi, justru yang utama, memperhatikan aspek kualitas output dan manfaatnya terhadap kehidupan konkrit masyarakat sehari-hari,” tegas Hugo Kalembu.