Kepala BP2MI Benny Rhamdani
PAPILLONNEWS.CO – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyelenggarakan konsinyering terkait pembahasan komponen perkiraan biaya penempatan di luar 10 jabatan yang dibebaskan biaya penempatannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan BP2MI nomor 09 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan.
Wakil Ketua Komisi IX Melkiades Laka Lena “Mengapresiasi terbitnya peraturan Kepala BP2MI Benny Rhamdani, bebaskan biaya penempatan PMI untuk 10 kategori kerja informal”, keputusan ini tepat di berikan kepada PMI kita sebagai pahlawan yang sudah mengangkat martabat keluarga, daerah dan Indonesia dengan terus bekerja keras dengan situasi pandemi saat ini
Lanjut Laka Lena menambakan “peraturan ini persembahan terindah BP2MI kepada PMI menjelang 76 Tahun Kemerdekaan, semoga kebijakan ini membantu mereka yang pergi keluar negeri dapat meringankan beban mereka dan keluarga, Maju terus PMI Indonesia, Maju terus BP2MI, Indonesia Sehat Ekonomi Bangkit”. Ujar Laka Lena dikutip melalui video pendek
Kegiatan ini berlangsung Rabu (9/6/2021) di JS Luwansa Hotel, Jakarta. Sepuluh jabatan yang dimaksud yaitu pengurus rumah tangga, pengasuh bayi, pengasuh orang lanjut usia (lansia), juru masak, supir keluarga, perawat taman, pengasuh anak, petugas kebersihan, petugas ladang atau perkebunan, dan awak kapal perikanan migran.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, mengingatkan sesuai amanat UU nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Pasal 30, yaitu PMI tidak dapat dibebani dengan biaya penempatan. Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan BP2MI nomor 09 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia, yang kemudian diubah menjadi Peraturan BP2MI nomor 01 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan BP2MI nomor 09 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
“Pada prinsipnya yang dibebaskan adalah untuk 10 jabatan yang rentan terhadap eksploitasi,” ujar Benny.
Benny menambahkan, terdapat 14 komponen biaya yang dibebaskan untuk 10 jabatan tersebut, yakni tiket keberangkatan dan kepulangan, visa kerja, legalisasi perjanjian kerja, pelatihan kerja, sertifikat kompetensi kerja, jasa perusahaan, penggantian paspor, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Jaminan Sosial PMI, pemeriksaan kesehatan dan psikologi di dalam negeri, pemeriksaan kesehatan tambahan, transportasi lokal dari daerah asal ke tempat keberangkatan di Indonesia, dan akomodasi.
“Pembahasan komponen perkiraan biaya penempatan di luar 10 jabatan dapat ditambahkan dengan beberapa komponen lain, seperti tes Covid-19 misalnya,” katanya.
Oleh karena itu, sambung Benny, solusinya adalah penerapan Pasal 40 dan Pasal 41 UU nomor 18 tahun 2017, di mana pelatihan dan sertifikasi kompetensi PMI dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah, baik Pemprov maupun Pemkab/Kota. Solusi lainnya adalah dengan melalui pinjaman, yaitu skema flexi dan KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang sudah dibicarakan dengan BNI serta bank-bank pemerintah lainnya.
“Salah satu titik terang adalah bahwa BNI telah sepakat kewajiban angsuran pertama dibayarkan setelah PMI menerima gaji dari pemberi kerja,” jelasnya.
Deputi Direktur Kepesertaan Program Khusus BPJS Ketenagakerjaan, Hadi Purnomo menyampaikan, saat ini BPJS Ketenagakerjaan tengah merencanakan tentang peningkatan manfaat, namun dijelaskan bahwa tidak bisa ada pembebasan biaya iuran. “Kami hanya bisa melakukan peningkatan manfaat, namun tidak bisa menghilangkannya. BPJS Ketenagakerjaan perlu tetap melakukan pelindungan dasar untuk para PMI,” pungkas Hadi.
Hadi menambahkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan akan tetap melindungi seluruh masyarakat Indonesia di dalam maupun luar negeri. Selain pejabat di lingkungan BP2MI, acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Kesehatan secara virtual. Forum konsinyering tersebut dipandu moderator Koordinator Tenaga Profesional Kepala BP2MI, Wawan Fahrudin