Kapal Perang China di Laut Natuna Utara, Pemerintah Diminta Tegas Menyikapi Wilayah Teritorial RI.

oleh -280 Dilihat
oleh

SEJUMLAH nelayan tradisional di Kepulauan Riau melaporkan berpapasan dengan enam kapal China, salah satunya destroyer Kunming-172, di Laut Natuna Utara, Senin (13/9/2021). Kehadiran kapal perang China itu membuat nelayan lokal takut melaut. Mereka berharap aparat keamanan turun tangan memberi rasa aman.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Rabu (15/9/2021), menunjukkan sejumlah video yang diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Adapun yang terlihat paling jelas kapal destroyer Kunming-172.

”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang. Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan,” kata Hendri saat dihubungi.

Titik koordinat nelayan bertemu kapal perang China di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (13/9/2021).

Ancaman kapal China di Laut Natuna Utara mulai menguat sejak akhir Agustus 2021. Selain enam kapal yang dilihat nelayan, kapal survei Haiyang Dizhi-10 juga berulang kali terpantau satelit melintas zig-zag di Laut Natuna Utara dengan dikawal sejumlah kapal penjaga pantai China.

Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI Angkatan Laut Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan mengenai kehadiran enam kapal China yang dilihat nelayan di Laut Natuna Utara. Namun, apabila ada kapal China yang mondar-mandir di ZEE Indonesia, biasanya kapal TNI AL akan membayangi dan melakukan komunikasi dengan mereka.

Laode menambahkan, ada empat kapal TNI AL yang bersiaga di Natuna, yakni KRI Diponegoro-365, KRI Silas Papare-386, KRI Teuku Umar-385, dan KRI Bontang-907. ”Yang jelas, kapal kami selalu ada di sana sehingga kalau ada kapal China yang masuk (teritorial RI), kami pasti membayangi,” ujarnya.

Kapal Coast Guard China-5202 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020).

Secara terpisah, Ketua Centre for Chinese Studies Rene L Pattiradjawane mengatakan, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 secara jelas mengatur bahwa kapal militer suatu negara tidak boleh berpatroli di ZEE negara lain. Indonesia harus lebih tegas menyikapi masuknya kapal perusak atau destroyer China ke Laut Natuna Utara itu. ”Ini bukan soal peningkatan aktivitas China lagi, tetapi mulai ada kehadiran kapal perang mereka di sana,” kata Rene.

Menurut dia, ini kali pertama kapal perusak China terpantau di Laut Natuna Utara. Pemerintah Indonesia perlu dengan tegas menanyakan maksud China mengirim kapal perang mereka ke Laut Natuna Utara.

Rene juga menilai, agresivitas China di Laut Natuna Utara itu mengancam negara Asia Tenggara lainnya. ”Masalah ini seharusnya dibawa ke ASEAN High Council untuk membahas langkah yang akan diambil menghadapi ancaman kekuatan militer China yang semakin nyata di antara klaim tumpang tindih Laut China Selatan,” ucapnya.

China, negara dengan penduduk terbanyak di dunia itu, mengklaim sebagian Laut Natuna Utara sebagai bagian dari wilayah tangkap tradisional mereka. Klaim itu dinyatakan China dengan mengumumkan zona sembilan garis putus-putus (nine-dash line).

Sebenarnya klaim China yang dituangkan dalam peta sembilan garis putus-putus telah digugurkan oleh Pengadilan Arbitrase di Belanda, 12 Juli 2016, karena tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Namun, China mengabaikannya dan terus melanjutkan pembangunan di seluruh wilayah itu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *