Mama Hermina Mawa dengan tangan yang masih diborgol oleh aparat Brimob di lokasi pintu masuk Lowo Se (foto welano)
FORUM Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) mengutuk keras tindakan arogansi aparat Brimob terhadap Masyarakat Adat saat melakukan aksi pengadangan di pintu masuk menuju area tanah milik Masyarakat Adat di Roga – roga, Rendu Butowe, Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, NTT
Tindakan aparat Brimob yang mengkriminalisasi Masyarakat Adat dengan memborgol tangan salah seorang peserta aksi ini dianggap FPPWL sebagai tindakan kekerasan yang sepatutnya tidak dilaksanakan aparat keamanan saat melaksanakan tugas di lapangan sebagai pengaman jalannya aksi.
Hal ini dikatakan Sekretaris FPPWL, Willybrodus Ou melalui telepon selulernya pada Senin malam (04/10/2021).
Willybrodus Ou mengatakan aparat Brimob dikirim datang ke lokasi bukan untuk melakukan kekerasan, bukan untuk mendiskriminasi atau mengkriminalisasi masyarakat adat yang sedang berjuang untuk mempertahankan hak – hak kontitusinya.
“Masyarakat Adat tidak melawan hukum, Masyarakat Adat bukan residivis tetapi Masyarakat Adat berjuang untuk mempertahankan hak – hak azasinya sehingga harus dilindungi bukan dikriminalisasi,” kata Willybrodus.
Willybrodus melanjutkan kehadiran Brimob di tanah Rendu, Ndora dan Lambo sesungguhnya hanya menakut – nakuti Masyarakat Adat yang saat ini tengah berjuang untuk mempertahankan wilayah adatnya.
“Tidak ada musuh disini sehingga harus membawa senjata lengkap, tidak ada orang yang melakukan tindakan kriminal di sini sehingga harus diborgol. Yang ada disini hanyalah masyarakat kecil yang seharusnya mereka lindungi,” lanjut Willy.
Willy menerangkan, tindakan represif kriminalisasi aparat kepolisian tersebut sesungguhnya sudah keluar dari Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian saat menjalankan tugas di lapangan seperti di Rendu Butowe ini.
“Mereka tidak sadar kalau tindakan kekerasan yang mereka lakukan terhadap masyarakat sipil itu justru menambah catatan kelam aparat kepolisian dalam menjalankan tugas di lapangan,” terang Willy.
Willy pun mengaku sangat kecewa dan menyesalkan tindakan aparat keamanan yang semestinya melindungi, mengayomi dan menghormati perjuangan masyarakat namun yang terjadi sangat terbalik dengan realita yang terjadi di lapangan.
FPPWL juga menilai kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh BWS yang dikawal aparat Brimob merupakan kegiatan pengukuran yang ilegal karena masuk ke lokasi tanah ulayat Masyarakat Adat tanpa izin dan hendak merampas hak – hak Masyarakat Adat atas tanahnya.
“Tindakan BWS dan aparat Brimob ini adalah tindakan penyerobotan karena memasuki tanah ulayat Masyarakat Adat dan melakukan aktivitas pengukuran tanpa mendapat izin dari pemilik tanah disana,” tutur Willy.
Oleh karena kegaduhan yang kerap terjadi di tanah Rendu, Ndora dan Lambo, pihak FPPWL mendesak Kapolda NTT untuk segera menarik pasukan Brimob yang ada di tanah Rendu, Ndora dan Lambo karena tidak ada situasi darurat yang mengganggu keamanan dan ketertiban negara di wilayah ini.
“Aparat Brimob datang hanya untuk memaksa masyarakat dan cenderung bertindak brutal anarkis. Oleh karena itu kami minta Kapolda NTT untuk segera menarik pasukan aparat Brimob dari tanah Rendu, Ndora dan Lambo karena kami tidak butuh aparat di tanah kami. Kami hanya butuh ketenangan jiwa raga kami dalam aktivitas pekerjaan kami di tanah warisan Leluhur kami,” tegas Willybrodus Ou.
Sementara itu Hermina Mawa yang menjadi korban pemborgolan aparat Brimob mengatakan pemborgolan itu terjadi saat dirinya dan tiga oranglainnya mengadang aparat Brimob dan BWS di pintu masuk ke lokasi tanah milik Masyarakat Adat karena mereka masuk ke lokasi melakukan aktivitas pengukuran tanpa mendapat izin dari Masyarakat Adat pemilik lahan.
“Mereka datang bagai pencuri yang hendak merampas tanah kami sehingga kami tahan mereka untuk meminta mereka mempertanggungjawabkan perbuatan mereka,” kata Hermina Mawa.
Hermina Mawa menuturkan kriminalisasi dan kekerasan yang dilakukan aparat Brimob terhadap masyarakat sipil sesungguhnya telah melanggar SOP Kepolisian dalam menjalankan tugas di lapangan karena polisi adalah alat negara yang hadir untuk melindungi, mengayomi dan menghormati masyarakat sipil yang ada di lapangan. Namun sangat berbeda dengan kenyataan yang dirasakannya. Dirinya malah diborgol dan ditarik tanpa alasan yang jelas oleh aparat Brimob.
Dirinya berharap ada teguran keras dari Kapolda terhadap oknum Brimob yang berlaku kasar dan tidak manusiawi terhadap dirinya dan Masyarakat Adat sebagai masyarakat sipil yang semestinya dilindungi dan dihormati hak – haknya. ***(welano)