Marianus Gaharpung, SH, MS, Dosen FH Universitas Surabaya & Advokat.
DALAM undang – undang no. 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan dan peraturan sektoral lainnya, yang mengatur tentang tata kelola pemerintahan maka dikenal ada 3 (tiga), kewenangan atribusi, delegasi serta kewenangan mandat.
Dalam kaitan dengan Surat Keputusan (SK) dirjen Otoda tentang penundaan pelantikan Erikos sebagai wakil Bupati Ende, karena ada dugaan kesalahan substansi dan prosedur pencalonannya sehingga menarik SK Kemendagri RI atas pelantikan Erikos Sebagai Wakil Bupati Ende, maka membawa konsekuensi SK Kemendagri harus dinyatakan batal dan berimplikasi pelantikan tidak boleh dilakukan oleh Gubernur NTT.
Demikian kata Marianus Gaharpung, Lawyer dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya (UBAYA) melalui rilis tertulisnya yang dikirim kepada tim media ini, lewat pesan whatsapp. Sabtu, 12/03/2022.
Marianus lanjut mempertanyakan, apakah SK Dirjen bisa membatalkan SK Kemendagri? Itu pertanyaan dengan logika sesat (ex falso quolibet) Marianus menerangkan, dengan adanya konsep kewenangan mandat maka tindakan Dirjen Otoda yang mengeluarkan SK Pembatalan dan Penarikan SK pelantikan Erikos adalah sesuatu yang sah dan mengikat karena dalam hal ini Dirjen otoda menjalankan kewenangan mandat dari Kemendagri.
Terkait polemik legalitas Wakil Bupati Ende, Marianus menjelaskan, jika ada pihak yang merasakan SK Dirjen Otoda tersebut mendatangkan kerugian bagi Erikos dan kelompoknya, apakah dibenarkan gugat SK Dirjen otoda atau Kemendagri? Jawabannya jika anda gugat SK Dirjen Otoda di pengadilan tata usaha negara maka saya jamin 100 persen, gugatan anda tidak diterima (NO) karena adanya kesalahan formil gugatannya sehingga yang benar harus gugat Kemendagri karena Dirjen Otoda mengeluarkan SK adalah bagian dari menjalankan kewenangan mandat dari Kemendagri.
“Jadi menurut saya, langkah hukum yang dilakukan Dirjen Otoda adalah sah dan mengikat. Konsekuensinya Erikos sampai hari ini, batal atau tidak sah, pelantikan dan sebagai Wakil Bupati Ende”, terangnya.
Terkait gaji yang harus didapat oleh pejabat Wakil Bupati, Marianus kembali menanyakan, apakah Erikos boleh menerima gaji dan fasilitas lainnya?, jawaban, tidak boleh karena tidak sah dan, jika tetap nekad menerima gaji dan fasilitas lainnya maka ada dugaan tindakan penggelapan dalam jabatan, bagian dari salah satu modus korupsi. Dan, jika ada pihak yang nekad membayar gaji Erikos sebagai Wakil Bupati, maka oknum tersebut diduga dijerat dengan Pasal 55 KUHP turut serta membantu kejahatan.
“Ada sekelompok orang mengatakan pelantikan oleh Gubernur NTT adalah sah dan, sebelum ada pembatalan dianggap tetap sah. Ini juga lagi- lagi logika sesat karena di dalam konsep hukum administrasi jika salah satu dari tiga aspek keabsahan keputusan tata usaha negara tersebut misalnya, aspek substansi yakni wajib hukumnya setiap calon kepala dan wakil kepala daerah mendapat rekomendasi DPP Partai Politik dan realitasnya, sampai pelantikan dan sampai hari ini tidak ada SK DPP Partai Politik maka diklasifikasi telah pelanggaran aspek substansi dan jika aspek substansi diduga cacat maka aspek prosedur yakni pelantikan Erikos sebagai wakil bupati Ende oleh Gubernur NTT batal atau tidak sah. Oleh karena itu, warga Kabupaten Ende tidak boleh diam dan harus merasa malu dipimpin oleh seorang wakil bupati yang sejatinya diduga tidak sah atau cacat”, pukas Marianus.