Ilustrasi Foto Gedung Kejaksaan Agung
PENYIDIKAN perkara dugaan korupsi terkait penggunaan dana penyertaan modal bagi PDAM Tirta Lontar Kabupaten Kupang untuk pembangunan dan jaringan SPAM tahun anggaran 2015 – 2016 senilai Rp 6,5 miliar terus dikembangkan tim penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kupang.
Jumat (18/3/2021), tim penyidik kembali memeriksa tiga orang saksi, yaitu mantan Direktur PDAM Kabupaten Kupang Johanis Ottemoesoe, David Lape Rihi dan Yunias Laiskodat.
Ketiga saksi diperiksa selama 7 jam, atau dari pukul 11.00-18.00 Wita di ruang pemeriksaan yang berbeda.
David Lape Rihi tampak lebih dahulu meninggalkan gedung kantor Kejari Kabupaten Kupang.
Selanjutnya, Yunias Laiskodat sekira pukul 18.30 Wita, dan terakhir Johanis Ottemoesoe pada pukul 18.35 Wita.
Johanis Ottemoesoe yang diwawancarai saat keluar dari pintu utama kantor Kejari Kabupaten Kupang, di lansir penatimor mengaku dirinya telah menyampaikan seluruh fakta yang sebenar-benarnya kepada penyidik.
Pria yang kini menjabat Direktur PDAM Kota Kupang itu mengaku dirinya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) hanya mengikuti dan menyetujui perencanaan yang disampaikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Pokoknya saya sudah sampaikan semua ke jaksa. Intinya, saya siap dikonfrontir dengan PPK, biar bisa tahu mana yang sebenarnya bersalah dan otak dari semua ini,” tandas Johanis Ottemoesoe.
Sementara, Yunias Laiskodat, selaku pihak Konsultan dari PT Tirta Engineering, justru menilai ada kelemahan di birokrasi, karena sebagai pihak ketiga hanya berpikir untuk mendapat pekerjaan.
“Sebenarnya sekuritinya harus ada di pihak birokrasi. Kita yang pihak ketiga ikut terbawa karena birokrasinya,” sebut Yunias Laiskodat yang mengaku dicecar puluhan pertanyaan dalam pemeriksaan.
Sebagai pihak ketiga, Yunias mengaku sangat menginginkan agar pekerjaan yang dilakukan betul-betul sesuai dan bermanfaat, namun karena persoalan di birokrasi mengakibatkan pekerjaan tersebut menjadi tertunda.
Yunias juga membantah ada persoalan dalam pekerjaan yang dilakukannya.
“Khusus untuk pekerjaan di Semau itu banyak yang masuk penjara tahun 2010 atau 2012. Makanya masuk tahun 2015, saya mau tidak ada yang seperti itu lagi. Jadi betul-betul sampai bermanfaat,” jelas Yunias.
Namun, terhadap pekerjaan yang dilakukan, menurutnya tidak bermanfaat karena proyek itu tidak dilanjutkan lagi.
“Seharusnya ada pekerjaan lanjutan. Dia punya jaringan semua sudah ada. Hanya karena tidak dilanjutkan,” imbuhnya.
Terpisah, Plh. Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Kupang, Shelter Wairata, SH., mengatakan, ketiga saksi tersebut akan kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan tambahan pada pekan depan.
Menurut Shelter, saksi Johanis Ottemoesoe saat diperiksa, telah membenarkan bahwa selaku Direktur PDAM Kabupaten Kupang, pada tahun 2014 pihaknya tidak pernah mengajukan permohonan penyertaan modal untuk tahun 2015 sebesar Rp 5 miliar.
Namun menurut Johanis, dirinya hanya mendapat informasi dari Hendrik Paut selaku Sekda dan juga selaku Ketua Badan Pengawas PDAM Kabupaten Kupang sekira bulan Juni/Juli bahwa PDAM Kabupaten Kupang akan mendapat penyertaan modal sebesar Rp 5 miliar.
Sehingga Hendrik Paut meminta kepada Johanis Ottemoesoe untuk dibuatkan perencanaannya ke Semau.
Namun menurut Johanis, dirinya tidak langsung melakukan perintah Sekda, sebab belum jelas apakah benar mendapat Rp 5 miliar atau tidak.
Sehingga akhirnya pada bulan November 2014, DPRD Kabupaten Kupang menyetujui penyertaan modal ke PDAM sebesar Rp 5 miliar.
Selanjutnya Drs. Anton Suriasa selaku Kepala DPPKAD saat itu meminta Johanis Ottemoesoe selaku Direktur PDAM untuk membuat pengajuan penyertaan modal sebesar Rp 5 miliar yang dimasukan pada tanggal 9 Desember 2014, yang mana anggaran tersebut sudah selesai dibahas baru diusulkan sebagai syarat formal penyertaan modal.
Masih menurut Plh. Kasi Pidsus, adapun hal lain yang ditemukan penyidik, yaitu rincian kegiatan yang diajukan pada 9 Desember 2014 berbeda dengan rincian kegiatan yang diajukan dalam pencairan pada 31 Maret 2015, yaitu yang tadinya diajukan untuk pekerjaan di Semau sebesar Rp 2 miliar dan Tarus sebesar Rp 3 miliar, diubah saat pencairan yaitu Rp 400 juta lebih untuk jasa konsultan, Rp 2,8 miliar untuk pekerjaan IKK Tarus, Rp 1,3 miliar untuk pekerjaan SPAM Oelamasi, dan Rp 300 juta lebih untuk SPAM Semau, serta seluruh pekerjaan yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2015 maupun 2016 tidak mengacu pada Corporate Plan PDAM.
“Direktur PDAM baru tahu perbedaan itu setelah diperiksa sekarang, sebab Johanis Ottemoesoe mengakui hanya mengikuti dan menyetujui perencanaan yang diajukan oleh Tris Talahatu selaku Bagian Perencana Teknik PDAM Kabupaten Kupang,” ungkap Shelter.
Masih menurut Shelter, dalam proses pembayaran pekerjaan fisik atau non fisik di PDAM Kabupaten Kupang pada paket pekerjaan yang bersumber dari dana penyertaan modal dilakukan secara tunai/cash, karena Johanis Ottemoesoe selaku Direktur telah diinformasikan oleh PPK bahwa hampir seluruh pekerjaan jasa konsultan atau pekerjaan fisik semuanya menggunakan perusahaan orang lain/ pinjam bendera, dan Johanis membenarkan bahwa seluruh pembayaran tunai tersebut uangnya diambil oleh orang yang bukan merupakan direktur perusahaan yang seharusnya dalam kontrak.