PROSENTASE balita Stunting di Indonesia urutan ke 2 terburuk Se- ASEAN, sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan angka 37,8% Stunting tertinggi di Indonesia, selain itu kasus balita stunting tertinggi di NTT, terdapat di wilayah Kabupaten Timur Tenggah Selatan (TTS) dengan prosentase Angka 48,3%, berikut pada posisi kedua Kabupaten TTU dengan 46,7%, posisi ketiga Kabupaten Alor 44,8% dan Kabupaten Flores Timur 23,4% pada posisi ke empat, Ujar Wakil Ketua Komisi IX DPRI, Melkiades Laka Lena, di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Maranatha Kupang, Rabu (3-08-2022).
Turut hadir pada Kuliah Umum diantaranya, Ketua STIKES (Stefanus Mendes Kiik), Ketua Pembina Yayasan Maranatha NTT (Samuel Selan), Kepala Lembaga Penjamin Mutu (Servasius Ratu Banin), Wakil Ketua I Bidang Akademik (Muhammad Saleh Nuwa), serta para Dosen, Pegawai Tata Usaha dan Mahasiswa STIKES.
Laka Lena di saat menghadiri Kuliah Umum tentang “Strategi Penanganan Stunting di Indonesia” menjelaskan “Angka stunting skala nasional sebenarnya bisa diukur dari banyaknya jumlah penduduk di pulau Jawa berbanding 5 juta jiwa lebih penduduk di provinsi NTT, tentu prosentase Angka Stunting seharusnya ada perbedaan” Jelasnya.
MLL juga menegaskan di DPR punya standarisasi sendiri tentang prosentase angka Stunting di Indonesia.
Lebih lanjut Ia menangapi persoalan tentang alat ukur timbangan balita “Rata – rata posyandu di NTT masih di pakai timbangan Dacing, dimana banyak para pedagang gunakan juga sebagai alat timbangan jualan daging sapi, kambing, sembako.” Tambanya, NTT dari jaman Kolonial sampai jaman Milinial masih mengunakan alat ukur timbangan Dacing, hal tersebut jadi acuan tingginya prosentase Angka Stunting di NTT.
Penanganan percepatan penurunan stunting menjadi salah satu fokus, “DPR dan Pemerintah menyapakati bersama beri bantuan berupa alat timbangan balita sebanyak 300 ribu ke seluruh masyarakat Indonesia”. Paparnya.