DIAKHIR masa jabatan bulan September 2023, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat membuat terobosan kebijakan baru untuk meningkatkan kualitas SMA dan SMK.
Kebijakan yang paling pagi sedunia, tak main-mata kegiatan belajar mengajar harus dimulai dari pukul 05.00 pagi, menimbulkan reaksi kritik pedas dari masyarakat,.
Jam 05.00 pagi masuk sekolah yang dinilai kepagian seperti dilansir hellosehat.com diuraikan jam masuk sekolah yang terlalu pagi ini melanggar hak anak. Jam belajar yang kepagian juga meningkatkan risiko gangguan pencernaan karena kebanyakan anak sekolah tidak sempat makan dalam waktu lama.
Ditambah lagi, pola masuk sekolah yang memaksa anak untuk tidur larut malam dan bangun pagi buta jadi mengacak-acak kualitas tidur mereka. Tak sedikit penelitian yang sudah membuktikan bahwa kurang tidur akan berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental anak sekolah.
Anak sekolah butuh belajar sebaik mungkin. Tapi ada satu hal yang sama pentingnya namun sering diabaikan: Tidur.
Tidur merupakan salah satu kebutuhan anak. Tidur mendukung proses otak yang sangat penting untuk belajar, pengawetan memori, dan pengaturan emosi. Di malam hari, otak mengulas dan memperkuat informasi yang diperoleh selama seharian penuh. Ini membuat informasi-informasi yang mereka dapat saat di kelas seharian tadi akan lebih mudah untuk diingat di kemudian hari.
Melewatkan waktu tidur bisa sangat berbahaya. Seiring waktu, pola “tidur larut malam, bangun pagi buta” ini dapat menyebabkan sejumlah risiko kesehatan.
Remaja yang kurang tidur juga lebih cenderung lalai, impulsif, hiperaktif, dan menentang, sehingga bukan lagi berita baru bahwa remaja yang tidak mendapatkan cukup tidur tidak menonjol dalam bidang akademis dan perilaku. Anak yang kurang tidur lebih mungkin untuk tertidur di kelas selama pelajaran berlangsung.
Di samping itu, kurang tidur juga dikaitkan dengan risiko kolesterol tinggi dan obesitas di masa depan. Sebuah studi menemukan bahwa efek jangka pendek dari kurang tidur, seperti pilek, flu, dan gangguan pencernaan, lebih sering timbul ketika anak tidur kurang dari tujuh jam.
Sebuah studi dalam Journal of Youth and Adolescence dilansir dari Huffington Post, menemukan bahwa remaja yang tidur rata-rata enam jam per malam dilaporkan tiga kali lebih mungkin untuk menderita depresi. Kurang tidur juga meningkatkan risiko upaya bunuh diri anak hingga 58 persen.
Satu studi menemukan bahwa jika anak sekolah tidur malam lebih larut barang 10 menit saja, ada peningkatan risiko sebanyak 6 persen untuk mereka mengonsumsi alkohol atau ganja dalam satu bulan terakhir. Kurang tidur juga meningkatkan risiko anak sekolah jadi ketergantungan pada obat-obatan anti kecemasan dan obat tidur. Nantinya, efek dari penyalahgunaan obat-obatan ini memicu anak semakin cemas dan sulit tidur.