KUPANG – Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, memberikan pandangannya mengenai Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT 2024 yang akan diikuti oleh tiga pasangan calon.
Menurutnya, masing-masing pasangan memiliki peluang yang sama untuk meraih kemenangan, tergantung pada kemampuan mereka dalam menawarkan program yang relevan dan dapat mengatasi masalah daerah.
“Secara faktual, Pilgub NTT akan diikuti oleh tiga pasangan calon, yakni Ansy Lema-Ibu Jane, Melki Laka Lena-Jhoni Asadoma, dan Simon Petrus Kamlasi-Ande Garu,” ujar Dr. Ahmad Atang saat diwawancarai oleh wartawan pada Rabu (25/9/2024).
Ketiga pasangan calon ini berasal dari latar belakang yang berbeda. Ansy Lema dan Melki Laka Lena merupakan politisi, sementara Simon Petrus Kamlasi adalah purnawirawan TNI.
Dr. Ahmad Atang menekankan bahwa masing-masing pasangan calon harus mampu meyakinkan lebih dari 4 juta pemilih di NTT untuk memilih mereka.
“Salah satu dari ketiga pasangan calon akan keluar sebagai pemenang jika mendapatkan kepercayaan rakyat. Oleh karena itu, jika menghitung peluang, tentu secara normatif ketiganya tetap memiliki peluang yang sama,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa publik akan menentukan pilihan berdasarkan preferensi masing-masing.
“Yang dibutuhkan adalah tawaran program yang dapat mengatasi masalah daerah. Rakyat akan menentukan pilihan kepada figur yang dipercaya apabila mereka yakin figur tersebut mampu membawa perbaikan dan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik,” ujar Dr. Ahmad Atang.
Menurutnya, NTT memiliki sejumlah masalah serius yang membutuhkan penanganan cepat, termasuk stunting, kemiskinan ekstrem, perdagangan manusia, pendidikan yang rendah, dan infrastruktur yang buruk.
Ketiga pasangan calon diprediksi akan menggunakan isu ekonomi sebagai lokomotif pembangunan.
“Dengan perbaikan ekonomi masyarakat, secara nyata akan mendorong peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan kesejahteraan masyarakat yang lebih sehat dapat tercapai,” tambahnya.
Selain itu, Dr. Ahmad Atang menyoroti pasangan Melki Laka Lena dan Jhoni Asadoma yang menarik kekuatan eksternal sebagai modal elektoral.
“Menggunakan isu KIM (Koalisi Indonesia Maju) tidak bisa dipungkiri bahwa pasangan Melki-Jhoni menarik kekuatan eksternal sebagai modal elektoral, namun yang mesti dicermati adalah demokrasi partisipatif lebih kuat pada figuritas yang memiliki nilai jual,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa meskipun pasangan calon dapat menggunakan berbagai instrumen lain untuk menarik dukungan, hal yang paling penting adalah program konkret yang mereka tawarkan untuk mengatasi masalah rakyat.
“Siapa yang terpilih bukan karena dia lebih baik, tapi karena dia mampu menyakinkan masyarakat akan kepastian masa depan rakyat NTT,” tutup Dr. Ahmad Atang.
Dengan demikian, Pilgub NTT 2024 diprediksi akan menjadi pertarungan sengit, di mana setiap pasangan calon harus mampu meyakinkan rakyat bahwa mereka adalah figur yang mampu membawa perubahan nyata bagi provinsi ini. ***